Rijeka bukan hanya kota tua yang diam, ia juga kota yang hidup dan bercerita.
Jika ada sebuah kota pelabuhan yang setiap sudut jalannya menyimpan jejak peradaban, di mana warisan Romawi, dongeng Balkan, dan semangat Mediterania berpadu dalam ritme yang khas, salah satu yang wajib disebut adalah Rijeka. Kota terbesar ketiga di Kroasia dengan nama yang berarti "sungai" itu berdiri megah di pesisir Laut Adriatik. Lebih dari sekadar gerbang laut, Rijeka adalah perpaduan sejarah, arsitektur yang memesona, dan pantai-pantai jernih yang menyambut mentari pagi.
Dalam artikel ini, kita akan berjalan kaki melintasi lorong waktu Rijeka—mulai dari gereja-gereja megah dan menara kuno, hingga museum teknologi dan pusat budaya yang hidup. Tak lupa, kita akan menelusuri garis pantainya yang berkilau dan menyusuri pusat kota yang penuh warna. Inilah kisah tentang kota yang tak hanya menghubungkan darat dan laut, tetapi juga masa lalu dan masa kini.
Menyusuri Jejak Arsitektur dan Legenda
Gereja Kapusin Our Lady of Lourdes langsung menyapa Anda di pintu masuk kota dengan gaya neo-Gotiknya yang menawan. Dibangun pada awal 1900-an, gereja ini menyimpan kisah unik—lantai atasnya sempat mangkrak karena kekurangan dana hingga seorang "santo" muncul dengan janji penyelamatan. Sayangnya, keajaiban itu palsu dan si "santo" akhirnya dituntut atas penipuan. Namun bangunan ini tetap berdiri megah, seolah memaafkan masa lalu dan menyambut siapa saja yang ingin menyelami kisahnya.
Tak jauh dari sana, berdirilah Katedral Saint Vitus—ikon spiritual dan arsitektural Rijeka. Dibangun sejak 1638 dan baru rampung lebih dari seabad kemudian, katedral ini dihiasi kisah heroik seorang gadis bernama Karolina. Saat kota diserang dalam Perang Napoleon, keberaniannya memohon perdamaian pada pasukan Inggris begitu menyentuh, hingga tembakan dihentikan. Namanya kini bergema di seluruh kota, sebagai simbol cinta dan keberanian.
Sementara itu, Gereja Ortodoks St. Nicholas di dekat pelabuhan menghadirkan kisah keteguhan hati. Suku Serbia di Rijeka yang gigih meminta tempat ibadah akhirnya mendapatkan tantangan keras dari gubernur—“Bangun saja di laut!” Dan mereka melakukannya. Di sanalah kini berdiri gereja kecil yang membuktikan bahwa keinginan tulus selalu menemukan jalannya.