Suara-suara dari para penonton film Dirty Vote

Film dokumenter Dirty Vote yang tayang di masa tenang kampanye mengangkat dugaan kecurangan tahapan Pemilu 2024.

Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar saat tampil di film dokumenter Dirty Vote, Minggu (11/2/2024)./Foto YouTube PSHK Indonesia

Pada Senin (12/2) sore, film Dirty Vote diputar di Rumah Belajar Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan. Film dokumenter berdurasi hampir dua jam tentang dugaan kecurangan tahapan Pemilu 2024 yang dipandu tiga orang ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar itu sebelumnya tayang di YouTube pada Minggu (11/2).

Salah seorang peserta nonton bareng Dirty Vote di Rumah Belajar ICW, Nurcholis Fachri, 23 tahun, mengaku sebelumnya sudah menonton film itu di kanal YouTube PSHK Indonesia. Sebagai informasi, hingga Selasa (13/2) di kanal YouTube tersebut, Dirty Vote sudah ditonton lebih dari tujuh juta orang.

“(Bagi) saya (film itu) memperluas pandangan terhadap rentetan peristiwa arogansi politik dari keluarga presiden,” ujar mahasiswa di perguruan tinggi di Jakarta itu saat ditemui Alinea.id di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Senin (12/2).

Menurutnya, masyarakat butuh menonton film serupa untuk mendidik warga negara berpikir kritis, memahami lebih jauh bagaimana cara bernegara, dan mempelajari keadilan dalam demokrasi. Setelah menonton film itu, Nurcholis mengaku khawatir terhadap kecurangan pemilu dan kericuhan pasca-pemilu.

“Pada tahun 2019 saya berada di (dekat Kantor) Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Melihat dengan mata (sendiri) kericuhan yang besar, korban bergelimpangan, suara tembakan gas air mata,” ujar Nurcholis.