Tantangan budaya digital di Indonesia adalah menipisnya sopan santun dan etika

Dalam bermedia sosial atau menggunakan ruan digital, menurut Dian Ikha, dibutuhkan pengendalian diri dan emosi penggunanya. 

ilustrasi. foto Pixabay

Tantangan budaya digital di Indonesia adalah menipisnya sopan santun dan etika di ruang digital. Beberapa pengguna media sosial bahkan mengutamakan konten yang viral dengan menanggalkan etika. Padahal, untuk viral tak harus menghilangkan akal sehat dan moral.

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Islam Al Muhajirin Purwakarta Dian Ikha Pramayanti mengatakan, ruang digital yang banyak diisi orang dengan ragam latar belakang dan tujuan, kerap diisi oleh konten-konten negatif. Contohnya adalah konten mengandung muatan ujaran kebencian, kabar bohong atau hoaks, penipuan, dan macam kejahatan siber lainnya. Tak jarang, beberapa konten sama sekali meninggalkan etika.

“Bahkan, dalam survei yang diselenggarakan Microsoft, dari 32 negara yang disurvei, Belanda ada di peringkat tertinggi dalam adab bermedia sosial. Ada pun Indonesia ada di peringkat ketiga paling bawah," kata Dian Ikha dalam diskusi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Sabtu (26/11)

Dalam bermedia sosial atau menggunakan ruan digital, menurut Dian Ikha, dibutuhkan pengendalian diri dan emosi penggunanya. 

Pengendalian itu meliputi membatasi diri untuk tidak berkomentar sembarangan dan membatasi diri tak mengunggah hal-hal yang tak baik atau melanggar norma dan etika. Sebelum meneruskan informasi atau konten, saring terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan norma dan etika atau justru sebaliknya.