Transformasi Sarinah sebagai cagar budaya, tempat berkumpul, dan berkesenian

Dalam waktu dekat, Gedung Sarinah yang ada di bilangan Jakarta Pusat, akan berubah wajah.

Gedung Sarinah, di kawasan Thamrin, Jakarta, Kamis (5/12/2019). Foto Antara/Aji Cakti

Renovasi Gedung Sarinah telah berjalan. Nantinya kawasan Sarinah diproyeksikan sebagai gedung pintar dan hijau. Lokasi Sarinah yang strategis di pusat ibu kota, menjadikan Sarinah tempat yang cocok sebagai cagar budaya, tempat masyarakat berkumpul dan berkesenian.

“Sarinah menjadi salah satu pembentukan national building oleh presiden pada 1962. Ia saat itu membangun stadion GBK (Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia, termasuk juga Gedung Sarinah ini,” kata Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta Mundardjito, melalui webinar ‘Renovasi Gedung Sarinah dalam Perspektif Pelestarian Cagar Budaya’ pada Kamis (25/6).

Gedung Sarinah telah beberapa kali mengalami renovasi dengan penekanan yang berbeda-beda. Pada 1931 renovasi menekankan pada aspek akademik. Pada 1992 menekankan pada akademik dan ideologi bangsa. Kemudian pada 2010 menekankan akademik, ideologi bangsa, dan kepentingan publik.

Hal itu dilakukan karena untuk melestarikan cagar budaya harus memerhatikan tiga hal, yakni pelindungan, pelestarian, dan pengembangan. Pelestarian tersebut juga harus memerhatikan kode etik pelestarian.

Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B Bidang Perekonomian Gilbert Simanjuntak menegaskan,  pemugaran cagar budaya juga harus memerhatikan zona-zona tertentu yang harus dijaga autentisitasnya. Renovasi atau revitalisasi terhadap objek vital nasional tidak bisa sembarang dilakukan dan harus memerhatikan etika.