Kenapa wajib menonton film A Star is Born

Seperti halnya La La Land (2016), saya juga pulang dengan mata sembab setelah menonton film ini.

A Star is Born karya Bradley Cooper, diperankan pula oleh penyanyi pop Lady Gaga./ IMDB

"A Star Is Born" (2018) adalah mitos Hollywood yang terus diceritakan lintas zaman. Formulanya sama, sepasang kekasih yang menapaki jalan berbeda: pria yang menuju senjakala karier dan perempuan yang tengah melambung ke puncak.

Sebagai versi remake, sutradara sekaligus pemeran utama Jackson Maine (Bradley Cooper) memilih jadi musisi country. Kendati profesi aktor berbeda dengan tiga versi sebelumnya, yang rilis pada 1937, 1954, dan 1976, benang merah kisah tetap sama.

Jack seorang pemabuk fungsional yang terus diliputi kehampaan. Sebagai orang dengan masa lalu tak indah-indah amat, ditinggal mati ayah dan ibu, pria Arizona itu memilih musik sebagai jalan hidupnya. Lagu yang ia mainkan tak pernah biasa, gelap, dalam, dan terkadang pahit. Ia kerap bicara soal pulang, penyesalan, atau sekadar berdialog dengan Tuhan. Entah kesedihan atau keriaan yang membentuknya, tapi musik tak cukup jadi teman. Ia membutuhkan alkohol dan pil, hingga jadi candu.

Suatu hari, usai mengisi sebuah konser dan lelah dengan fans yang berebut berswafoto dengannya, ia kehabisan doping. Setelah berputar-putar di sebuah jalan timur kota, ia menemukan drag bar. Ini sebutan buat tempat minum sekaligus hiburan, yang lintas jender alias laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, tak ada yang peduli.

Tak dinyana, bukan hanya lautan minuman keras yang menyambutnya di sana, tapi juga Ally (Lady Gaga), perempuan dengan suara manis, yang melantunkan “La Vie En Rose”. Seketika, penampilan Ally membius Jack.