Pasal-pasal pencabut keistimewaan KPK

Ketentuan di UU lama yang menyebut pimpinan KPK penyidik dan penuntut umum serta kewenangan KPK mengangkat tim penasihat juga dihapus.

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dalam rapat paripurna yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9) lalu. Setidaknya ada tujuh poin yang disepakati pemerintah dan DPR.  

Kesepakatan-kesepakatan yang tersebar di pelbagai pasal di UU KPK, semisal Pasal 1, 12, 37A, 37B, 40, 46, dan Pasal 70. Revisi juga menghapus ketentuan di UU lama yang menyebut pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum serta kewenangan KPK mengangkat tim penasihat. 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai sudah ada persekongkolan jahat antara pemerintah dan DPR untuk melemahkan KPK. Hal itu setidaknya terlihat dari kilatnya draf revisi dibahas dan disahkan. 

Niatan untuk melemahkan kewenangan KPK juga terlihat dari bunyi pasal-pasal di revisi. Salah satunya ialah Pasal 46 yang mengunci agar penetapan dan pemeriksaan tersangka oleh KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana. 

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut keistimewaan KPK hilang dengan disahkannya revisi UU KPK. Salah satunya lewat penghapusan status komisioner sebagai penyidik dan pentuntut suatu perkara.