Belajar dari kasus rontoknya investasi asuransi Jiwasraya

Kasus Jiwasraya ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita.

Fendi Susiyanto

Industri asuransi Indonesia dikagetkan dengan kasus yang membelit PT Jiwasaraya, yang notabene merupakan perusahaan asuransi BUMN. Perusahaan yang sudah berdiri lebih dari 160 tahun itu, pada akhirnya “tumbang” setelah menyatakan tidak mampu mengembalikan uang nasabah pada saat jatuh tempo (gagal bayar) polis asuransi JS Savings Plan.

Faktor utama yang disinyalir menjadi biang kerok gagal bayarnya Jiwasraya tersebut adalah (1) kesalahan/keteledoran dalam mengelola portofolio investasi yang memiliki porsi relatif besar pada instrumen saham, terlebih lagi cukup banyak saham memiliki kinerja buruk, dan (2) kesalahan dalam mengeluarkan produk yang “menjanjikan” keuntungan tertentu (absolute return) dan relatif tinggi (tingkat pengembalian keuntungan jauh di atas rate deposito dan yield Surat Utang Negara/obligasi) kepada para nasabahnya. Sementara aset yang digunakan untuk mendasari (underlying asset) produk tersebut, bersifat ekuitas (saham maupun reksa dana saham/campuran) yang memiliki karakteristik bisa mengalami kerugian karena penurunan harga yang ektrim di pasar modal. 

Eksposur risiko Jiwasraya menjadi hyper risk level, pada saat kinerja saham dalam portofolio investasi dan sejumlah saham yang menjadi underlying produk JS Saving Plan mengalami penurunan yang sangat signifikan. Terlebih lagi saham yang dimiliki adalah small cap stocks yang berisiko tinggi. Tidak heran jika menurut keterangan dari BPK, pada posisi September 2019, Jiwasraya membukukan kerugian signifikan sebesar Rp13,7 triliun, dan mengalami ekuitas negatif sebesar minus Rp27,2 triliun. 

Kasus Jiwasraya ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita, bahwa perusahaan yang sudah lama berdiri dan beroperasi dapat mengalami kehancuran hanya dengan satu kesalahan yang dilakukan. Ibarat kata pepatah “panas setahun dihapus dengan hujan sehari”.  

Industri asuransi maupun industri keuangan lainnya harus belajar dan berbenah diri untuk introspeksi dan melakukan berbagai perbaikan. Terutama dalam pengelolaan Investasi, pengelolaan risiko serta pengelolaan aset dan liabilitas (ALM) yang komprehensif sehingga dikemudian hari, kejadian seperti yang dialami Jiwasraya tidak terjadi lagi.