Benarkah utang pemerintah yang melonjak masih aman?

Selama lima tahun terakhir, dari posisi akhir 2014, utang tercatat bertambah sebanyak Rp2.205 triliun.

Awalil Rizky

Posisi utang Pemerintah per akhir November 2019 mencapai Rp4.814,31 triliun, dengan rasio atas PDB sebesar 30,03%. Kementerian Keuangan, dalam dokumen APBN Kita edisi Desember 2019, mengatakan hal ini masih dapat ditoleransi karena masih berada jauh di bawah batas aman seperti yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara yaitu 60% dari PDB.

Disebutkan pula bahwa melalui penetapan batas maksimum yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut, Pemerintah benar-benar prudensial dalam menentukan besaran utang yang akan dibuat dan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan APBN serta sesuai kondisi pasar.

Pernyataan itu sebenarnya merupakan tafsiran Kementerian Keuangan saat ini. Undang-Undang No 17 tahun 2003 dimaksud tidak ada sama sekali menyebut kata aman. Pasal 12 ayat 3 menyatakan 'dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-Undang tentang APBN'. 

Pada bagian penjelasannya disebutkan bahwa defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
Batas rasio utang dimaksud adalah dalam hal pelanggaran undang-undang. Tidak secara langsung dinyatakan sebagai batas aman atau tidaknya posisi utang pemerintah. Teori ekonomi tentang utang pun tidak ada yang secara spesifik menyebut batas aman berupa rasio sebesar itu. 

Perlu diingat bahwa rasio utang pemerintah pada 1996 hanya sebesar 24%. Artinya, sebelum terjadi krisis. Atau terkesan sangat aman. Ketika krisis mulai terjadi, rasionya meningkat menjadi 38%. Dan baru melesat menjadi 58% ketika krisis telah berlangsung lebih dari setahun.