Bonus demografi berpeluang tingkatkan angka ‘investor 2.0’

Upaya digitalisasi produk dan layanan wealth management sebagai media berinvestasi akan membantu mereka mempersiapkan keuangan

Ari Adil/dok. pribadi

Pada beberapa bulan terakhir, pemerintah dihadapkan dengan problematika penanganan bonus demografi, dengan mengupayakan berbagai program dalam mempersiapkan kualitas manusia Indonesia berusia produktif.  

Sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, yang memperkirakan Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi pada rentang waktu 2025 – 2030. Dimana jumlah usia angkatan kerja dengan usia 15-64 tahun mencapai 70%, sedangkan 30% penduduknya adalah berusia tidak produktif yaitu usia 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun.

Namun, bonus demografi tidak semata-mata dan otomatis membawa keuntungan dan dampak positif. Indonesia pada jangka menengah akan dihadapkan dengan meningkatnya pengangguran, dari ketidakseimbangan proporsi ketersediaan lapangan pekerjaan dan angka usia produktif yang meningkat tajam. 

Munculnya berbagai perusahaan startups dalam beberapa tahun terakhir ternyata mampu mendongkrak ketersediaan lapangan pekerjaan. Sehingga mampu menekan angka pengangguran di usia produktif. Penciptaan lapangan kerja baru melalui pendekatan teknologi diharapkan mampu menjadi solusi yang efektif untuk menghadapi masalah ini.  

Sedangkan pada jangka panjang, bonus demografi diperkirakan memiliki dampak pada meningkatkan budaya konsumtif atau konsumerisme yang tinggi, dari meningkatnya daya beli pekerja muda yang telah berpenghasilan.