Ekonomi budaya pop Kartini

Kartini telah menjadi ikon budaya pop yang turut melariskan penjualan dan pemasaran barang.

“Bagi para tamu wanita yang datang mengenakan kebaya di Hari Kartini, kami memberi diskon khusus 50% untuk menikmati hidangan di restoran kami.” Ini adalah pernyataan resmi dari manajer Hotel Santika Premiere, salah satu hotel di Bintaro, Jakarta (Tempo, 14 April 2016).

Hotel telah menyiapkan kuliner spesial untuk menyambut Hari Kartini seperti paduan ayam dan tuna yang diolah dengan roti berharga Rp125.000. Iklan-iklan mulai disebarkan agar perayaan semakin meriah.

Kejadian tiga tahun lalu terus berulang sampai sekarang, misal salah satu hotel di Yogyakarta menyebar poster untuk merayakan Hari Kartini dengan lomba mewarnai dan fashion show. Ada yang harus dipenuhi peserta dengan mengenakan busana “kebaya modern jaman now” dan uang kontribusi.

Tentu itu hanya sebagian contoh. Kasus lain akan menampilkan sosok Kartini dalam rupa yang lebih canggih. Kartini mutakhir bukan hanya lembaran-lembaran surat, tapi telah menjadi ikon ekonomi bersegmentasi perempuan. 

Gagasan Kartini tentang emansipasi wanita di Indonesia khususnya di Jawa tersebar melampaui batas negara dan waktu. Kartini tidak hanya menjadi simbol wanita Jawa tapi juga perempuan Indonesia. Untuk menyambut dan memperingati Hari Kartini ada banyak agenda yang dilakukan banyak lembaga dengan mewajibkan semua karyawan memakai baju kebaya adat Jawa pada tiap tanggal 21 April tiba.