Kisah sebuah mimbar: Renungan 1 Muharam

Memperingati 1 Muharam dengan mendalami kisa sebuah mimbar.

Akmal Nasery Basral. Dok Istimewa.

“Di Baghdad hidup seorang tukang kayu ulung. Dia membuat sebuah mimbar dari kayu walnut terbaik dan dipercantik dengan mutiara terindah. Orang-orang di Baghdad berebut ingin membeli mimbar itu untuk dipasang di masjid mereka,” ujar Ibnu Arabi memulai kisah kepada para murid yang mengelilinginya. “Tetapi tukang kayu itu menolak menjual berapa pun harga yang akan dibayarkan. Mimbar ini, ujar tukang kayu itu, saya buat untuk dipasang di Masjidil Aqsha, Yerusalem.”

“Publik terkejut dan mengatakan bukankah Yerusalem sedang diduduki Tentara Salib? Bagaimana mungkin mimbarmu ini bisa dipasang di Masjidil Aqsha? Tukang kayu itu menjawab dengan tenang dan yakin. Dia bilang nanti akan muncul seorang prajurit terbaik yang bisa merebut Yerusalem. Pada saat itulah mimbar ini akan dipasang di Masjidil Aqsha.”

“Hari berganti hari, kabar tentang keindahan mimbar itu semakin luas tersiar, bahkan sampai keluar kota Baghdad. Semakin banyak orang yang membicarakan. Mereka yang melihat langsung mimbar itu begitu terpesona. Namun berapa pun tingginya harga yang mereka tawarkan, semua ditolak sang tukang kayu. Akhirnya kabar tentang mimbar istimewa itu terdengar juga oleh seorang anak lelaki berusia 7-8 tahun yang tinggal jauh dari Baghdad.”

“Namun tak seperti orang-orang lain yang terpukau pada kisah keindahan mimbar, anak lelaki itu memusatkan perhatian pada perkataan tukang kayu tentang akan munculnya seorang prajurit terbaik yang bisa merebut Yerusalem. Sekitar 40 tahun kemudian, perkataan tukang kayu itu terbukti. Yerusalem jatuh ke tangan pasukan muslim yang dipimpin oleh Shalahuddin Al Ayyubi, sang anak lelaki yang terinspirasi dari kisah tukang kayu.”

“Tugas kita semua adalah membuat mimbar terbaik seperti dilakukan tukang kayu Baghdad itu,” simpul Ibnu Arabi seraya menatap serius para murid. “Seorang pemimpin akan muncul di saat yang tepat.”