Layakkah defisit RAPBN 2020 diklaim makin sehat?

Sebagai pertimbangan, Boediono (2017) pernah menyebut batas yang aman dan terkendali adalah sebesar 2% dari PDB.

“Defisit Anggaran sebesar 1,76% PDB, diarahkan semakin sehat dan adaptif menghadapi risiko perekonomian,” hal itu dinyatakan dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020. Apakah benar klaim ini?

Apa yang dimaksud dengan defisit yang sehat? Jawaban lugas tidak tersedia dalam Nota Keuangan, suatu dokumen pengantar angka-angka APBN 2020 setebal 414 halaman. Kita dapat menafsirkannya dari berbagai penjelasan tentang keputusan Pemerintah untuk kembali menempuh kebijakan fiskal ekspansif. 

Dikatakan, hal itu untuk menstimulasi perekonomian dan mengakselerasi pencapaian sasaran pembangunan serta menjaga momentum terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsekuensinya adalah defisit anggaran akibat pendapatan negara yang belum cukup untuk membiayai kebutuhan belanja prioritas.

Jika argumen itu diterima, masih perlu dipastikan angka defisit yang dapat disebut sehat. Pemerintah sejauh ini berpegangan pada aturan yang membatasi defisit sebesar 3% dari PDB. Aturan itu disebut dalam penjelasan Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang No.17/2003. Sebagai pertimbangan, Boediono (2017) pernah menyebut batas yang aman dan terkendali adalah sebesar 2% dari PDB. 

Klaim makin sehat tentu bersifat perbandingan dengan tahun sebelumnya. Target defisit APBN 2019 sebesar Rp296 triliun (1,84% PDB) diperkirakan tak tercapai oleh pemerintah sendiri. Outlook berdasar realisasi satu semester, defisit mencapai Rp310,81 triliun (1,93% PDB). Artinya, target defisit 1,76% PDB memang diarahkan lebih sehat.