Mengurai dampak defisit neraca perdagangan 

 Neraca transaksi berjalan terdiri dari empat transaksi yaitu barang, jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder.

Rilis BPS 17 Desember 2018 mengenai perkembangan ekspor dan impor bulan November mencatatkan defisit neraca perdagangan di angka US$-2.047,0 juta. Nilai ekspor November 2018 mengalami penurunan dibanding November 2017 dengan pelebaran impor migas dan non migas.

Pertumbuhan ekspor lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan impor. Defisit neraca perdagangan ini tentu berpengaruh pada transaksi berjalan, nilai tukar, dan perekonomian domestik ke depannya.  Neraca transaksi berjalan terdiri dari empat transaksi yaitu barang, jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder.

Di Indonesia, dari ke empat transaksi ini yang dapat mencatat surplus selama ini adalah dari transaksi barang dan pendapatan sekunder. Sementara transaksi jasa dan pendapatan primer, selalu menunjukkan angka negatif dengan tren yang terus melebar tingkat defisitnya. Melihat dari seri data transaksi berjalan, tumpuan agar tidak terjadi defisit adalah dari transaksi barang.

Pada 1998, Indonesia berhasil keluar dari defisit transaksi berjalan dan mencatatkan surplus pada rasio transaksi berjalan terhadap PDB. Memasuki 2001, tren pergerakan neraca transaksi berjalan mulai menunjukkan penurunan hingga akhirnya di 2012 Indonesia kembali mengalami defisit neraca transaksi berjalan yang berlangsung hingga saat ini.

Di 2012, defisit di transaksi jasa dan pendapatan primer semakin melebar yang diikuti dengan penurunan surplus di transaksi barang dan pendapatan sekunder. Penurunan surplus di transaksi barang di 2012 mencapai 74,34% dari capaian surplus di 2011. Total nilai impor menunjukkan pertumbuhan 13,60% sementara nilai ekspor turun -1,97%. Impor migas menjadi salah satu sumber defisit neraca perdagangan sejak 2011 yang kemudian berlanjut di 2012 hingga saat ini.