Menunggu hasil uji materi presidential threshold

Jika gugatan yang diajukan 12 tokoh ini dikabulkan MK, tentunya akan berimplikasi terhadap peta perpolitikan nasional.

Pangi Syarwi Chaniago./dok. pribadi

Para pegiat pemilu kembali mengajukan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konsitusi (MK).

Uji materi kali ini diajukan 12 tokoh yang terdiri dari pelbagai latarbelakang. Mulai dari akademisi, pengamat, aktivis dan mantan ketua KPK, yaitu Chatib Basri, Busyro Muqoddas, Faisal Basri, Titi Anggraini, Danhil Anzhar Simanjuntak, Hasan Yahya, Feri Amsari, Rocky Gerung, Angga Dwi Sasongko, Bambang Widjojanto, Robertus Robet dan Haedar Nafis Gumay. 

Sebenarnya pada awal 2018, uji materi sudah pernah diajukan dan ditolak MK. Uji materi tentu dapat dilakukan kembali karena memiliki alasan yang berbeda dari pengajuan sebelumnya. Salah satu di antaranya adalah presidential threshold berpotensi untuk menghadirkan calon tunggal dalam pemilu 2019. 

Jika gugatan yang diajukan 12 tokoh ini dikabulkan MK, tentunya akan berimplikasi terhadap peta perpolitikan nasional. Partai-partai yang saat ini telah menyatakan sikap mendukung pemerintah ataupun partai oposisi yang sudah berjalan bersama, seperti Gerindra dan PKS, bisa saja melakukan turnover. Adanya presidential threshold, partai-partai harus melakukan koalisi besar agar ambang batas minimum 25% terpenuhi.

Kondisi ini akan jauh berbeda ketika tidak ada presidential threshold, koalisi akan lebih cair. Masing-masing partai memiliki kesempatan mengajukan tokoh atau kader dari partai mereka sendiri untuk menjadi pemimpin nomor satu di negara ini.