Merawat agenda reformasi

Reformasi gagal menghadirkan pembenahan struktural dan manajerial pada lembaga demokrasi seperti partai politik, DPR, dan lembaga eksekutif.

Siti Nurul Hidayah

Beberapa pekan terakhir, ruang publik diriuhkan oleh berbagai isu sosial-politik yang menuai polemik. Mulai dari pengesahan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) -meski akhirnya ditunda oleh presiden-, tidak kunjung disahkannya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), kasus kabut asap yang kian parah, gejolak Papua yang tidak juga mereda serta sejumlah isu sosial-politik lainnya. 

Seperti biasa, respons publik terhadap semua isu itu pun terbelah ke dalam dua sikap. Para pendukung garis keras (hard-line) Presiden Joko Widodo menganggap semua keputusan pemerintah dalam isu-isu tersebut sudah tepat. Namun, sebagian lainnya menganggap sikap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai langkah mundur dalam demokrasi.

Di media sosial Twitter, muncul tanda pagar (hastag) “#ReformasiDikorupsi” sebagai bentuk kritik terhadap sejumlah keputusan DPR dan pemerintah yang kontroversial. Tidak hanya di media sosial, ketidakpuasan publik pada DPR dan pemerintah juga disalurkan melalui demonstrasi yang diinisasi sejumlah elemen masyarakat sipil mulai dari mahasiswa sampai aktivis sosial.

Aksi protes massa ini terjadi di sejumlah kota besar. Antara lain Jakarta, Yogyakarta, Malang, Semarang, Gorontalo, Jember, Samarinda, Balikpapan dan Surabaya. Sejumlah elemen masyarakat sipil itu berkumpul, menyuarakan kegelisahan mereka atas situasi sosial-politik Indonesia belakangan ini.

Gelombang protes massa ini seolah mengingatkan kita pada gerakan Reformasi 1998. Kini, sudah lebih dari dua dasawarsa kita menikmati era Reformasi. Di satu sisi, ada banyak capaian, mulai dari kebebasan pers, kebebasan berekspresi, sampai mekanisme demokrasi elektoral yang lebih terbuka. Reformasi juga menyumbang andil pada munculnya pemimpin berwatak transformatif yang berasal dari kalangan sipil.