Urbanisme ekonomi, migrasi urban, dan otonomi pedesaan 

Rakyat Indonesia sadar bahwa kota itu pusat politik yang mengatur hidup manusia; tempat arus kapital besar yang menjanjikan kemakmuran.

Kuasa urbanisme

Selama dalam masa pembuangan di Digul dan Neira, antara tahun 1935-1941, Mohammad Hatta menulis esai penting yang sampai saat ini masih relevan: Desa dan Kota dalam Perekonomian. Esai Hatta yang jadi pembuka buku Beberapa Fasal Ekonomi: Djalan Keekonomi dan Kooperasi (jilid 1) adalah usulan untuk paradigma pembangunan ekonomi Indonesia yang menganalisis perbedaan antara ekonomi negara maju dan negara miskin.

Hatta dengan tegas mengatakan: “Negara-negara yang perekonomiannya maju hampir semuanya berbasis pada sistem perkotaan bersifat dinamis, sedangkan yang berbasis desa lebih banyak statis.” Dinamika perekonomian perkotaan, kata Bung Hatta, didasarkan pada sistem pertukaran keahlian sangat spesifik (spesialisasi ilmu), berbasis teknologi yang terus diperbaharui, menggunakan sistem keuangan sangat dinamis, plus risiko ekonomi selalu mengancam tapi sekaligus menjadi pemicu pergerakan ekonomi. 

Berbeda dengan kota, sistem perekonomian desa masih sangat bergantung pada (sistem) alam seperti tanah, air, iklim, teknologi sederhana, dan tidak begitu membutuhkan sistem keuangan yang besar dan dinamis. Di desa manusia bergerak bersama musim tanpa ada kehendak untuk mengintervensinya secara radikal. 

Dengan analisis itu, Hatta sebenarnya sudah membuat rancangan untuk sistem perekonomian Indonesia saat merdeka: ekonomi berbasis etos urban. Dan memang inilah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang: membangun kota-kota di seluruh Indonesia sebagai pusat perekonomian.