Wake up call, Kebo Iwa dan monumen pemimpin

Sebuah wake up call lewat lukisan-lukisan mampu yang mentransmisi pesan kemanusiaan dan ketuhanan secara komunal.

Bambang Asrini Widjanarko

Sebuah pameran seni bisa berarti perayaan estetik sejumlah karya yang digelar disebuah art space. Persoalan esensial tentang yang fisikal, artefak-artefak lukisannya. Yakni, objek-objek seni yang dinikmati di sebuah pameran.

Makna lainnya, bisa membawa pemirsa pameran pengalaman masa lalu yang dihidupi bersama, yang mengendap dalam alam bawah sadar. Bisa jadi memberi penanda sebuah peringatan dini, ancaman terhadap sesuatu. 

Sebuah wake up call lewat lukisan-lukisan mampu yang mentransmisi pesan kemanusiaan dan ketuhanan secara komunal atau sebuah pernyataan serius si seniman: glorifikasi tokoh-tokoh masa lalu tersebab krisis kepemimpinan sedang terjadi di negeri ini.

Wake up call itu bisa ditranslasi sebagai aktivitas menguak sebuah monumen ingatan tentang konteks waktu yang sudah berlalu (sejarah). Tetapi, direnda ulang membawa kearifan pun refleksi bersama saat sekarang lewat karya seni.
Pameran seni ini, bernarasi tentang Kebo Iwa. Seorang panglima besar, pemimpin militer abad 14 dari Bali di masa krisis. Perang bergejolak antarbangsa dalam perebutan imperium Raja-Raja Nusantara dengan pertarungan identitas keyakinan-keyakinan baru. 

Sementara, keyakinan lama sebuah bangsa, eksistensi identitas primordialnya sedang mengalami survivalitas tinggi. Daya hidup hidup baru versus kekuatan-kekuatan tentang sebuah keberadaan sebuah bangsa dan peradabannya yang lama sedang ditentang.