Dewan Pers melihat kasus kekerasan terhadap wartawan

Menurut Ninik, wartawan yang mengalami kekerasan boleh mengambil jalur lain, yakni bisa juga meminta perlindungan pada LPSK.

ilustrasi. Istimewa

Tiga rangkaian kekerasan telah dialami empat awak pers Indonesia, bulan lalu. Pada 7 Juli, jurnalis wanita dari Liputan6.com diraba-raba dadanya oleh seorang penggemar sepak bola di Stadion Maguwoharjo, Yogyakarta. Insiden itu dicatat dalam laporan pers dan rilis pernyataan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Terpisah, pada 9 Juli, reporter Molluca TV Sofyan Muhammadiyah dirampas teleponnya oleh seorang pembantu Gubernur Murad Ismail di provinsi Maluku bagian timur. Saat itu, Sofyan meliput demonstrasi mahasiswa menentang gubernur. AJI memberi pernyataan tentang insiden tersebut selain laporan berita lokal.

Pada 14 Juli, jurnalis CNN Indonesia dan situs 20Detik dilecehkan tiga pria tak dikenal berpakaian hitam di dekat kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, di Jakarta. Kedua wartawan sedang meliput buntut penembakan mematikan 8 Juli terhadap seorang perwira polisi, menurut CNN Indonesia, sejumlah laporan berita lainnya, dan pernyataan AJI.

Menyusul tiga insiden tersebut, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ/Committee to Protect Journalists) mengimbau agar pihak berwenang Indonesia menyelidiki serangkaian insiden pelecehan dan intimidasi terhadap jurnalis lokal. Selain itu, mengidentifikasi dan membawa pelaku terkait ke pengadilan. Pihak berwenang juga diharapkan bekerja untuk lebih melindungi awak media dan kemampuan mereka untuk meliput tanpa takut akan pembalasan atau kekerasan.

Bagaimana Dewan Pers melihat kasus-kasus intimidasi dan kesewenang-wenangan yang dialami wartawan?