Jurnalis warga: dari George Holliday ke Pepih Nugraha

Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Mahfud MD sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

ilustrasi. Istimewa

Jurnalisme warga, atau biasa disebut citizen journalist atau citizen reporter, sekarang marak dan populer. Itu merupakan sebuah fenomena yang sebenarnya secara global di dunia sudah ada sejak tahun 1991.

Ketika George Holliday, seorang warga, secara tidak sengaja merekam perlakuan sekelompok polisi kepada salah seorang warga lain, yang itu sangat kejam. Peristiwa tersebut keji sekali. Saat itu, polisi mengatakan, bahwa kejadiannya hanya kematian biasa.

Tetapi rekaman dari Holliday memperlihatkan kesalahan penindakan terhadap seorang warga, itu ternyata berdampak pada hal-hal lain. Berdampak pada penemuan fakta baru bahwa ternyata ada penindakan yang tidak tepat. Fenomena George Holliday terkait erat dengan pemberantasan rasisme atau perlakuan tidak adil atas perbedaan warna kulit.

Fenomena yang berkembang mulai tahun 1991 itu diceritakan kembali oleh Ardi Wina Saputra, dosen Program Studi Bahasa Indonesia Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Dikatakannya, jurnalisme warga baru dirasakan di Indonesia tahun 2004. Ketika Indonesia berduka, saat itu 26 Desember, terjadi bencana tsunami di Aceh.

"Saat itu, yang melaporkan pertama kronologi tsunami Aceh itu dari kamera-kamera yang dimiliki oleh warga seperti Handycam karena gawai belum secanggih sekarang. Tetapi hal tersebutlah yang membuat fenomena tsunami Aceh dapat terekam dengan jelas detik demi detik," kata Ardi mengutip kanal RRI Madiun, Senin (3/10),