Aplikasi AI harus bertanggung jawab mengikuti nilai-nilai profesional dan standar etika jurnalisme

Aplikasi AI ini harus bertanggung jawab, yaitu mereka tidak hanya harus meningkatkan efisiensi ekonomi media lokal tetapi juga berkontribusi

ilustrasi. ist

Media konvensional di seluruh dunia menghadapi perubahan yang cepat. Era digital telah mengubah cara informasi diproduksi dan dikonsumsi. Banyak orang mencari media sosial sebagai sumber berita utama mereka daripada jurnalisme cetak. Sementara AI (Artificial Intelligence) di ruang redaksi memengaruhi praktik jurnalisme, jurnalisme warga dan bentuk jurnalisme akar rumput lainnya telah menambahkan pendekatan baru pada cara berita diproduksi.

Perkembangan ini telah memperkenalkan pergeseran cara media beroperasi. Artikel berita daring diukur dengan kecepatan dan klik seraya mengorbankan reportase mendalam (indepth reporting). Hal ini menimbulkan kekhawatiran yang berkembang bahwa media digital gagal menegakkan nilai-nilai fundamental jurnalisme karena kurangnya informasi yang berkualitas.

Itulah wacana utama dalam diskusi 'Jurnalisme di Era Digital' yang digelar penghujung tahun 2021 sebagai seri keempat dari rangkaian konferensi Diskusi Digital (Digital Discourses), yang dihelat Goethe-Institut Indonesien sejak 2019. Seri konferensi ini dimaksudkan untuk merangsang perdebatan tentang dampak transformasi digital terhadap individu , ekonomi, politik, masyarakat, dan ekologi.

Goethe-Institut Indonesien, Kedutaan Besar Jerman Jakarta, Deutsche Welle, dan Project Multatuli menyelenggarakan konferensi dua hari dengan para ahli dari Asia Tenggara dan Eropa untuk menelisik transformasi jurnalisme dan konsumsi berita di era digital.

Mengawali konferensi, Sekretaris Jenderal Goethe-Institut, Johannes Ebert, memberi sambutan pembukaan, diikuti Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel. Diteruskan kemudian oleh Direktur Jenderal Deutsche Welle, Peter Limbourg.