Jurnalis di Indonesia berkolaborasi untuk mengungkap ketidakadilan

Di masa kritis, persaingan media perlu dikesampingkan, jelas Firdaus. “Kami mengorbankan eksklusivitas untuk kepentingan yang lebih besar."

ilustrasi. ist

Liputan investigasi secara tradisional kurang di Indonesia, karena media sering bersaing untuk menjadi yang pertama menyampaikan berita. Investigasi lebih membutuhkan waktu dan dana yang signifikan untuk mengungkap masalah di bawah permukaan, dan perusahaan media juga dapat menghadapi risiko tuntutan hukum yang lebih tinggi saat mengejarnya.

Kolaborasi dapat mengatasi masalah ini, seperti yang mulai dibuktikan oleh beberapa jurnalis di negara ini. "Kalau kita bekerja sama, risiko dan biaya hukum bisa ditanggung bersama," kata wartawan Majalah Tempo Abdul Manan.

Mulai dari mengangkat isu pelecehan seksual di kampus, hingga mengungkap buruknya pendataan seputar COVID-19, wartawan Indonesia berkolaborasi untuk menginvestigasi isu-isu baru setiap hari.

Di masa pandemi, Haris Firdaus, jurnalis Harian Kompas, merasa resah melihat banyaknya ketidaksesuaian antara data yang dipublikasikan pemerintah tentang COVID-19 di Provinsi Yogyakarta dengan apa yang ia ungkapkan saat meliput di lapangan. Bersama tim sesama jurnalis, ia berupaya mempermudah pendataan selama bekerja dari rumah dan di tengah minimnya transparansi pemerintah.

“Masing-masing anggota tim memiliki spesialisasinya tersendiri. Misalnya ada yang kuat dalam berjejaring, analisis data, dan sebagainya. Kita saling melengkapi,” kata Firdaus.