Kembali mengontrol ruang sosial, jurnalisme tidak boleh 'recehan'

Kerinduannya jurnalisme kembali menajamkan eksistensi untuk mengontrol ruang sosial lagi menjadi topik pertama.

Ilustrasi majalah Tempo.


Liputan investigasi Majalah TEMPO tentang dugaan penyelewengan dana kemanusiaan di lembaga filantropi ACT (Aksi Cepat Tanggap) telah menggebah perhatian publik. Laporan bertajuk Kantong Bocor Dana Umat, edisi 4-10 Juli 2022, TEMPO mengungkapkan gaji selangit jajaran petinggi ACT. ACT pun ternyata memotong income donasi untuk operasional lembaga itu lebih besar dari aturan yang berlaku.

Petinggi ACT sempat membantah bahwa gaji bukan hanya mengucur dari kas ACT tapi juga lembaga-lembaga sejenis yang beroperasi selain ACT. Kemensos saat ini sudah mencabut izin ACT.

Pelajaran penting yang dapat dipetik dari liputan investigasi TEMPO bagi pengetahuan publik dikemukakan Abdullah Khusairi, pakar komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, dalam wawancara dengan Alinea, Jumat (8/7).

Inti wawancara Alinea dengan Khusairi akan disarikan dalam tiga bagian. Kerinduannya jurnalisme kembali menajamkan eksistensi untuk mengontrol ruang sosial lagi menjadi topik pertama. Pandangannya, jurnalisme tidak boleh dikerjakan secara 'recehan' (kecil-kecilan).

"Kita merindukan jurnalisme yang seperti itu, bahwa dalam kontrol sosial ternyata kita masih punya harapan di tengah new media merebak dengan jurnalisme receh yang hanya mengikuti alur para spin doctor. Karena selama ini pemberitaan (news) hanya mengikuti spin doctor di belakang pemain wacana," kata Khusairi.