Kode Etik Jurnalistik, yang membedakan media dengan medsos

Wartawan mematuhi atau mengabaikan KEJ, muncul opini beragam tentang itu.

ilustrasi. Istimewa

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) mengatur kerja para jurnalis di balik peran mereka yang penting dalam menyampaikan informasi kepada publik. Bagaimana relevansi dan implementasi KEJ sejauh ini menurut pandangan kaum jurnalis sendiri? Program 'Begini Opini' dari kanal Kabar Sejuk, yang pertama tayang pada Sabtu (26/2), menemui dan menanyakan hal itu kepada lima jurnalis dari Yogyakarta.

Wartawan mematuhi atau mengabaikan KEJ, muncul opini beragam tentang itu. Padahal di era digital informasi, jurnalis punya tantangan dan tanggung jawab besar. Apa jadinya jika jurnalis tidak menerapkan KEJ?

Ketika ditanya berapa lama jadi jurnalis, Rudal Afgani dari Liputan6.com menjawab sudah sepuluh tahun, sementara Mahardini (Kompas.com) sembilan tahun. Irawan Sapto Adi (Kompas.com) telah bekerja lima tahun, Lugas Subarkah (Harian Yogya) 2,5 tahun, dan Ani Mardatila (Merdeka.com) baru dua tahun.

Mahardini membaca KEJ waktu kuliah, di situ pertama kali dia tahu. Sedangkan Rudal mengaku awalnya mengetahui KEJ ketika Uji Kompetensi Jurnalis yang pertama, untuk (tingkatan) yang muda, di Yogya, tahun 2012. Ani bahkan sejak kuliah tahu KEJ saat ikut lembaga pers mahasiswa dan Lugas mengatakan sama. "Sejak saya bergabung di lembaga pers mahasiswa Ekspresi di kampus Universitas Negeri Yogyakarata, saya sudah membaca KEJ," kata Irawan.

KEJ sangat relevan dengan kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan Lugas karena itu seperti membatasi bagaimana kerja-kerja jurnalistik yang benar. "Jadi tidak asal meliput terus mengirim berita," cetusnya. Berbeda dengan Ani yang menganggap KEJ kurang relevan karena dia termasuk konten kreator memproduksi artikel-artikel yang belum tentu sesuai KEJ.