Media di Indonesia bicara bencana alam, justru sensasi indigo bukan sains

Jadi, sekarang kampanye soal krisis iklim itu mulai banyak yang menargetkan platform media yang besar seperti Facebook.

Ilustrasi krisis iklim. Foto Istimewa

Isu krisis iklim diterpa misinformasi yang bersifat menebarkan keraguan. Berbagai info sesat tersaji, bahkan di media, dalam konteks global. Platform media sosial yang sehari-hari melekat di tangan seperti Google dan Facebook, keduanya sangat berperan besar dalam menyuburkan misinformasi krisis iklim.

"Salah satu platform media di mana informasi-informasi yang menyesatkan tentang krisis iklim itu beredar paling banyak di Facebook," kata Aulia Dwi Nastiti, peneliti di Remotivi, sebuah lembaga studi dan pemantauan media, menjabarkan data riset peliputan media global.

Menurut Nastiti, penelitian itu dari Center for Countering Digital Hate (CCDH: organ non-pemerintah Inggris). Ditemukan bahwa sumber-sumber informasi yang menyesatkan lebih cenderung sebagai disinformasi dalam kampanye yang sistematis. Terbanyak dari sepuluh media genre konservatif yang disebut The Toxic Ten (sepuluh media penyangkal krisis iklim).

Diketahui, ternyata Facebook mendapat banyak sekali iklan dari mereka (The Toxic Ten). Begitu juga dengan Google. Jadi, sekarang kampanye soal krisis iklim itu mulai banyak yang menargetkan platform media yang besar seperti Facebook.

"Media besar (Facebook) harus ikut bertanggung jawab karena memberi panggung kepada The Toxic Ten media ini," tegasnya.