close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi hujan es./Foto LoraPalner/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi hujan es./Foto LoraPalner/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 13 Maret 2025 06:19

Bagaimana hujan es terbentuk?

Ukuran batu es yang turun dari langit itu bervariasi.
swipe

Hujan es mengguyur Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul pada Selasa (11/3) sore, bersamaan dengan hujan deras. Fenomena ini juga pernah terjadi di Depok pada Oktober 2024, serta Sidoarjo dan Palembang pada November 2024.

Menurut Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta, Warjono, seperti dikutip dari Antara, fenomena ini terjadi karena keberadaan awan kumulonimbus yang mencapai ketinggian hingga 15 kilometer, dengan suhu puncak awan tercatat mencapai minus 7,2 derajat Celsius.

Warjono menerangkan, proses terbentuknya hujan tersebut lantaran butiran es di ketinggian tak mengalami gesekan yang cukup untuk mencair, sebelum mencapai permukaan. Hujan es bisa pula disebabkan adanya aliran udara turun yang kuat atau downdraft. Hal ini membuat butiran es jatuh ke permukaan dengan minim hambatan.

Profesor madya ilmu atmosfer di Universitas Albany, Brian Tang, dalam tulisannya di The Conversation menyebut, hujan es paling umum terjadi pada musim semi dan musim panas, saat beberapa unsur utama pembentuknya muncul, seperti udara hangat dan lembap di dekat permukaan, massa udara yang tak stabil di troposfer tengah, angin yang berubah kencang seiring ketinggian, dan badai petir yang dipicu keadaan cuaca.

Tang menjelaskan, hujan es bermula dari kristal-kristal es kecil yang tersapu ke arah aliran udara badai petir. Ketika embrio es ini bertabrakan dengan air yang sangat dingin, air itu membeku.

Air yang sangat dingin membeku pada tingkat yang berbeda, tergantung pada suhu permukaan batu es. Lintasan yang dilalui batu es lewat awan badai dan waktu yang dihabiskannya untuk mengumpulkan air super dingin menentukan seberapa besar dia bisa tumbuh.

Ukuran hujan es bervariasi. Hujan es di Yogyakarta beberapa hari lalu, ujar salah seorang warga, seukuran koin dan peluru karet. Ukuran tersebut umum terlihat di Indonesia. Namun, di beberapa negara, ukurannya bisa jauh lebih besar.

Di San Marcos dan Johnson City, Texas, Amerika Serikat misalnya, pada Mei 2024 hujan es berbentuk bola seukuran kepalan tangan orang dewasa memecahkan kaca mobil, merusak atap, dan menghancurkan jendela rumah.

Pada Juni 2024, dua pemburu badai dari stasiun televisi Oklahoma City KWTV, menemukan bongkahan hujan es sebesar tujuh inci di sepanjang sisi jalan dekat Vigo Park, Texas, Amerika Serikat. Batu es itu seukuran buah nanas.

Rekor dunia ukuran hujan es terjadi di South Dakota, Amerika Serikat pada 23 Juni 2010. Es yang jatuh dari langit itu berdiameter delapan inci atau 20,3 sentimeter, nyaris sebesar bola boling.

Apa yang menentukan ukuran hujan es itu?

Tang menjelaskan, badai petir yang berputar, berlangsung lama, dan dahsyat yang disebut supersel cenderung menghasilkan hujan es terbesar. Dalam supersel, batu es bisa tertahan selama 10-15 menit atau lebih di arus udara badai petir yang kuat, di mana terdapat banyak air yang sangat dingin, sebelum jatuh dari badai karena beratnya atau bergerak keluar dari arus udara.

Menurut ilmuwan atmosfer di Universitas Colorado Boulder, Katja Friedrich, dalam Scientific American, perubahan iklim dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya hujan es. Sebab, kata dia, udara yang lebih hangat menahan lebih banyak uap air, dan pemanasan di dekat permukaan bumi menyebabkan ketidakstabilan atmosfer, yang bisa memicu lebih banyak badai.

Menurut Tang, bahan-bahan atmosfer untuk menghasilkan hujan es yang sangat besar—lebih besar dari bola golf—telah menjadi lebih umum di beberapa negara bagian Amerika Serikat, terutama bagian tengah dan timur sejak 1979.

Tang menilai, ada beberapa hipotesis utama mengapa perubahan iklim dapat membuat sejumlah bahan utama penyebab hujan es besar menjadi lebih umum. Pertama, terjadi peningkatan udara hangat dan lembap seiring dengan pemanasan bumi. Hal ini memasok lebih banyak energi untuk badai petir dan membuat air yang sangat dingin lebih melimpah dalam badai petir.

Kedua, ada massa udara yang lebih tidak stabil, yang berasal dari dataran tinggi. Misalnya dari Amerika Utara bagian barat, yang bergerak ke arah timur. Saat lapisan salju menghilang di awal tahun, massa udara yang tak stabil lebih cenderung terbentuk karena matahari memanaskan daratan lebih cepat, yang kemudian memanaskan atmosfer di atasnya.

Perubahan iklim pun dapat menyebabkan lebih banyak hujan es besar. Saat atmosfer menghangat, titik beku bergerak lebih tinggi di atmosfer. Hujan es kecil akan dapat mencair sepenuhnya sebelum mencapai tanah. Namun, hujan es yang lebih besar jatuh lebih cepat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencair, sehingga tak terpengaruh oleh titik beku yang lebih tinggi.

Hujan es yang cukup besar bisa menghantam dengan kecepatan yang mematikan. Dilansir dari Scientific American, peneliti senior di National Oceanic and Atmospheric Administration’s National Severe Storms Laboratory, Harold Brooks mengatakan, bongkahan hujan es seukuran bola bisbol dapat jatuh dengan kecepatan 100 mil atau 161 kilometer per jam.

“Italia utara dan tengah mengalami lebih banyak hujan es dalam kisaran dua hingga tiga inci atau lima hingga 7,5 sentimeter, seperti halnya di bagian utara Great Plains, Amerika Serikat,” ujar Brooks kepada Scientific American.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan