Pencatat kehidupan pers yang bersahaja dari kampus UNISBA

Ada wartawan bertanya: "Memangnya Bapak sudah melakukan investigasi?" Dijawabnya tidak, bahwa dia hanya penulis buku saja.

Septiawan Santana Kurnia. Foto dokumen

Mengaku hanya numpang lahir di Purwakarta, tepatnya pada 6 September 1964. Sejak SMP, Septiawan Santana Kurnia besar di Bandung serta mulai hobi membaca, nonton, dan menulis.

Membereskan sekolahnya hingga tingkat doktoral, kini dia menjabat Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA). Motivasi utamanya mengajar komunikasi dan jurnalistik sekadar ingin beribadah secara baik dan benar. Suka-dukanya menjadi dosen di era melek digital sekarang ini dengan menjunjung pepatah 'biar miskin asal sombong' seperti dianut kaum intelektual umumnya.

"Saya sebenarnya berminat bukan di jurnalistik. Sebenarnya cuma pengen menjadi penulis saja. Karena dulu suka membaca, maka saya pengin menulis. Sekolah menulis 'kan tidak ada? Yang ada jurnalisme, ya sudah, saya masuk saja jurnalistik," katanya.

Pria dengan satu istri dan anak dua yang bersahaja ini pernah berkarier sebagai wartawan. Namun, hanya: "Wartawan-wartawanan. Bukan wartawan yang beneran. Tapi saya lebih suka disebut pengajar jurnalistik saja," cetusnya terkesan merendah.

Terkenal produktif menulis buku-buku teks jurnalisme yang banyak dibaca publik, kiat dari proses kreatifnya dimulai dari kesukaan mencari sesuatu yang baru. Kesukaan untuk belajar mendapatkan sesuatu yang baru. Kemudian menuliskan, mengembangkan, lalu menerbitkannya sebagai buku.