Pengecer koran, mata rantai pers yang tergerus zaman

Saat ini, jarang terlihat penjaja koran yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Pembaca telah beralih ke media online.

Media daring membuat mata rantai pers cetak, seperti agen, loper, dan pengecer koran penghasilannya ikut menipis. Alinea.id/Oky Diaz.

Siang itu, di sudut antara Jalan Mangga Besar dan Gadjah Mada, Jakarta Barat, persis di depan sebuah toko bangunan dan rumah makan, koran-koran bekas milik Edi Siswanto berjejer dan terikat rapi. Edi terlihat masih terlihat sibuk merapikan dan mengikat koran-koran itu dengan seutas tali.

“Tumpukan koran itu bakal saya jual ke tukang loak. Sudah terlalu menumpuk di lapak saya. Lumayan, buat cari uang tambahan,” kata Edi saat ditemui Alinea.id, Sabtu (17/8).

Roda kemajuan zaman tak bisa dibendung. Saat ini, pembaca koran beralih ke media daring untuk memenuhi rasa ingin tahu informasi terkini. Hal itu, turut memengaruhi bisnis Edi. Koran-koran bekas yang dijualnya banyak yang tak laku, dan tak bisa diretur ke penerbit media cetak bersangkutan.

“Pembaca sekarang sudah beralih ke media online ataupun media sosial,” ujarnya.

Sudah 29 tahun Edi melakoni pekerjaannya sebagai pedagang koran dan majalah. Setidaknya lima tahun terakhir, dia terus dibayangi kebangkrutan. Di samping koran sudah ditinggal pembacanya, para pengecer koran pun kerap mengutang kepadanya.