Septiawan Santana Kurnia: Jurnalisme akan memegang kemenangan atas fakta

Dinamika pers di era reformasi ditelaah pengamat media, Septiawan Santana Kurnia, dalam sebuah kesempatan virtual dengan Alinea.

Septiawan Santana Kurnia di sebuah kelas. Foto Dok

Kebebasan pers Indonesia belum sepenuhnya memusnahkan ketakutan berpendapat. Walaupun pers bebas selama 21 tahun telah dinikmati masyarakat. Rezim UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) masih terus mengancam kemerdekaan warga berekspresi. Namun suasana aspirasi sudah lumayan leluasa merdeka. Masyarakat menikmati pers bebas tanpa rasa takut, waswas, kekhawatiran lagi.

Dinamika pers di era reformasi ditelaah pengamat media, Septiawan Santana Kurnia, dalam sebuah kesempatan virtual dengan Alinea, akhir pekan lalu. Selain mengarang enam judul buku teks jurnalistik, pengajar jurnalistik dan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung juga menerbitkan sejumlah karya di berbagai jurnal ilmiah.

Topik pembicaraannya berkembang dari kebutuhan akan informasi, minat publik, dan jurnalisme berkualitas, hingga kemudahan akses informasi, Nobel Perdamaian dan fenomena teknologi. Rangkaian telaah Septiawan mungkin dapat meringankan beban pers agar tidak dilacurkan demokrasi.

Alinea: Apakah minat publik untuk mendapatkan jurnalisme berkualitas sudah semakin membaik atau malah menurun seiring dengan kemudahan akses informasi?  

Septiawan Santana Kurnia (SSK): Begini. Saya mau menyampaikan bahwa era sekarang ini momennya itu adalah momen di mana orang akan mencari informasi berkualitas. Hanya memang persoalannya adalah kemudahan. Saya melihat jurnalisme berkualitas itu masih dihambat oleh kemudahan, jadi masih sulit dibandingkan yang jurnalisme tidak berkualitas.