Wartawan Yusuf dan vonis mati pelan-pelan

Nihilnya penyediaan perawatan kesehatan bagi tahanan jurnalis adalah vonis mati pelan-pelan yang dijatuhkan kepada mereka.

Ilustrasi pemberitaan jurnalis di media massa./ Pixabay

Muhammad Yusuf, wartawan Kemajuan Rakyat, Berantasnews, dan Sinar Pagi Baru yang getol meliput protes warga tiga desa di Pulau Laut Tengah meninggal di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIB, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Yusuf meninggal pada Minggu (10/6) lalu.

Sejak 5 April 2018, Yusuf yang hendak terbang ke Jakarta diringkus Satuan Reskrim Polres Kotabaru di Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin. Ditengarai, Yusuf menulis kisruh sengketa perebutan lahan antara PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) dan warga Pulau Laut.

Artikel Yusuf yang dipersoalkan, mengulas pertemuan antarmasyarakat untuk membahas strategi menghadapi perusahaan. Yusuf menulis artikel yang menuduh perusahaan mencaplok lahan warga tanpa menulis sumbernya. Dalam artikel itu ada beberapa kutipan, tapi tidak ada nama jelasnya. Alih-alih menggunakan hak jawab, MSAM lebih memilih jalur pidana dengan melaporkan Yusuf ke kepolisian.

MSAM menuduh Yusuf membuat tulisan bermuatan provokasi, tidak berimbang, dan menghasut, sehingga merugikan MSAM. Yusuf kemudian dilaporkan ke polisi dan disangkakan melanggar Pasal 45A UU RI Nomor 19 Tahun 2016, tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Adapun ancamannya pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

MSAM adalah perusahaan kelapa sawit milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Dari laporan majalah Tempo berjudul "Main Polisi di Pulau Laut" pada Mei lalu, di Kalimantan Selatan, Haji Isam kerap berseteru dengan pengusaha lain, dan tak jarang lawan seterunya dijebloskan ke penjara setelah berkonflik dengannya.