16 tahun RUU PRT mangkrak, DPR harus jeli baca persoalan

Pembantu rumah tangga (PRT) tergolong kelompok rentan karena ketidakadilan ekonomi dan budaya patriarki.

Ilustrasi. Pexels

DPR disegera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT). Pangkalnya, telah 16 tahun mangkrak dan para PRT tergolong kelompok rentan.

Pakar hukum Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai, pengesahan RUU PRT bisa dengan mudah dilakukan mengingat naskah akademiknya (NA) telah selesai di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 1 Juli 2020. Pun lolos dalam rapat paripurna evaluasi Prolegnas 2020, 16 Juli lalu.

"Beda dengan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), kan, enggak selesai-selesai di Komisi VIII (karena) dianggap tidak mampu," ucapnya dalam webinar, Kamis (12/11).

RUU PRT telah disetujui menjadi usulan Baleg dalam rapat pada 1 Juli. Pun disetujui tujuh fraksi untuk disetujui menjadi regulasi melalui paripurna meskipun ada catatan. Sayangnya, tiba-tiba tidak diagendakan dalam Badan Musyawarah (Bamus) sehingga batal disahkan dalam forum tertinggi dewan.

Pada kesempatan sama, pegiat kesetaraan gender Universitas Indonesia (UI), Ani Widyani Soetjipto, menyatakan, PRT menjadi kelompok rentan karena adanya ketidakadilan ekonomi dan budaya patriarki. Karenanya, ditempatkan dalam lapisan terbawah secara negara, pekerjaan, dan gender.