20 tahun reformasi, partai politik jalan di tempat

Aktor-aktor politik dinilai belum mampu merefleksikan semangat reformasi.

Diskusi Catatan 20 Tahun Reformasi Pemilu di Jakarta. (Robi Ardianto/Alinea)

Sejak Reformasi 1998, undang-undang partai politik sudah empat kali mengalami perubahan. Namun sejak direvisi 1999 sampai 2011, partai politik di Indonesia dinilai malah menjadi lebih buruk karena dari awal direvisi pada 2002 hingga 2011, syarat pembentukan parpol semakin memberatkan.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, dari sisi institusional, kelembagaan demokrasi memang mengalami perbaikan. Namun dari sisi perilaku dan budaya politik dari para aktor politik dan kepemiluan, nyatanya masih belum mampu merefleksikan semangat reformasi yang terbangun 20 tahun lalu.

"Sebagai contoh saja, dalam catatan kami, reformasi sistem kepartaian kita belum terhubung atau belum memiliki konektivitas yang optimal dengan reformasi sistem kepemiluan dan juga sistem pemerintahan," kata Titi dalam diskusi Catatan 20 Tahun Reformasi Pemilu di Jakarta.

Belum lagi, dari sisi reformasi internal partai politik dan demokratisasi internal partai politik. Menurut Titi, setidaknya ada dua masalah besar yang harus dibenahi.  Pertama, terkait dengan akuntabilitas dan pengelolaan keuangan dari internal partai politik. Kedua, terkait dengan rekrutmen partai politik yang demokratis.

Dua hal tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya, yang pada akhirnya dapat memicu disfungsi partai politik, sesuai dengan apa yang menjadi karakter dasar parpol untuk melakukan pendidikan politik.