6 alasan program sekolah penggerak Nadiem tak efektif

PSP sangat mirip dengan PGP dan POP, karena memiliki sasaran yang sama.

Mendikbud Nadiem Makarim. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyebutkan enam alasan program sekolah penggerak (PSP) berpotensi tidak efektif.

Pertama, PSP berpeluang tumpang tindih dengan program guru penggerak (PGP) dan program organisasi penggerak (POP). Sebab, banyak kemiripan dan irisan dalam tiga program tersebut. Jika PSP bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dalam ekosistem sekolah, maka perlu perubahan secara kultural dan struktural melalui regulasi.

Kedua, PSP berpotensi tidak akan efektif, karena saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19. Pelatihan online hanya akan mampu mengakomodir guru yang memiliki akses terhadap laptop/gawai dan internet. “Yang untuk belajar PJJ saja banyak kendala. Kita paham ada 46.000 sekolah menurut Kemenko PMK yang tak bisa PJJ Online selama ini,” ujar Koordinator P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, Kamis (4/2).

Ketiga, PSP sangat mirip dengan PGP dan POP, karena memiliki sasaran yang sama. Yaitu, peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran, kemudian akan diprioritaskan menjadi pimpinan sekolah.

“POP itu fokusnya pelatihan untuk peningkatan kompetensi guru oleh ormas yang kemarin sempat menjadi polemik. Lalu, PGP juga melatih dan menyiapkan guru-guru menjadi pemimpin. Sedangkan PSP untuk memperbaiki ekosistem sekolah yang juga ada entitas guru di dalamnya. Jadi saling tumpang-tindih, tak fokus,” tutur Satriwan.