KPK: Ada potensi kerugian triliunan rupiah dalam pengelolaan PLTSa

Hal ini ditemukan dari kajian yang dilakukan bertajuk "Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik Terbarukan" (EBT).

Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati (kiri), Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan (tengah), dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kanan), saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/3). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp3,6 triliun dalam menjalankan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) setiap tahunnya. Hal ini ditemukan berdasarkan kajian bertajuk "Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik Terbarukan (EBT)".

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, menerangkan, potensi kerugian itu dihitung dari biaya pengelolaan sampah pemerintah ke badan usaha setiap tahunnya sebesar Rp2,03 miliar. Potensi itu, juga dihitung atas subsidi yang diberikan negara kepada PT PLN (Persero) sebesar Rp1,6 triliun, berdasarkan selisih harga tarif beli listrik PLTSa.

"Potensi kerugian dari program ini pertahun mencapai Rp3,6 triliun. Padahal, proyek ini kontraknya 25 tahun. Sehingga, kemudian Rp3,6 triliun dikali selama 25 tahun," kata Ghufron, saat jumpa pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/3).

Akar masalah tersebut bersumber dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Aturan itu membuat harga pengelolaan sampah menjadi listrik tidak ekonomis.

Sebab, tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan dalam aturan itu sebesar US$13 sen perKWh. Jauh lebih tinggi dengan tarif listrik tenaga uap yakni, US$4 sen perKWh.