Ahli di sidang Edy Mulyadi: Tempat jin buang anak dapat dimaknai hinaan

Kalimat 'tempat jin buang anak' disebut sebagai ungkapan yang bermakna sebuah tempat tidak tersentuh pembangunan.

Saksi ahli alam sidang perkara tindak pidana penyampaian berita bohong, ujaran kebencian yang menimbulkan keonaran di masyarakat, dan penyalahgunaan atau penodaan suatu kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang dilakukan oleh terdakwa Edy Mulyadi, di PN Jakarta Pusat, Selasa (26/7). Foto dokumentasi Kejati DKI Jakarta Pusat.

Sidang perkara tindak pidana penyampaian berita bohong, ujaran kebencian yang menimbulkan keonaran di masyarakat, dan penyalahgunaan atau penodaan suatu kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang dilakukan oleh terdakwa Edy Mulyadi kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/7). Sidang ini menghadirkan saksi ahli bahasa Andika Dutha Bachari.

Dalam kesaksiannya, Andika mengatakan, pernyataan dari Edy Mulyadi adalah sebuah metafora atau perumpamaan dengan kalimat 'tempat jin buang anak'. Ungkapan itu bermakna sebuah tempat yang tidak tersentuh pembangunan.

“Metafora itu perumpamaan, perubahan kata baru. Metafora terkait ungkapan 'jin buang anak' berarti tempat yang terpencil. Menurut orang Baduy artinya adalah tempat yang tidak tersentuh pembangunan," kata Andika saat persidangan, Selasa (26/7).

Andika menyampaikan, kemarahan yang ditimbulkan akibat pernyataan tersebut adalah hal yang wajar. Sebab, ungkapan yang dilantunkan oleh Edy Mulyadi disebutnya sebagai penghinaan.

"Jika disematkan akan sangat wajar jika itu menimbulkan kemarahan karena ungkapan tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah hinaan. Sebaiknya ditanyakan kepada masyarakat Kalimantan mengenai bagaimana tersinggungnya, karena akan sangat berbeda perasaannya," ujar Andhika.