Amnesty desak polisi transparan usut kematian 6 anggota FPI

Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/dok)

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta polisi transparan mengungkap kejadian tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) akibat tembakan polisi, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan terhadap mereka.

Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, maka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia.

“Harus ada penjelasan tentang apakah petugas yang terlibat dalam insiden penembakan itu, telah secara jelas mengidentifikasi diri mereka sebagai aparat penegak hukum, sebelum melepaskan tembakan dan apakah penggunaan senjata api itu dibenarkan,” papar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/12). 

Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing.

"Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan, terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan. Komnas HAM harus ikut mengusut. Komisi III DPR RI juga perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian," papar dia.