Apa yang tidak berubah dalam 48 tahun sejak peristiwa Malari 1974?

Setidaknya ada tiga peristiwa hari ini yang masih sangat relevan dengan masa orde baru.

Suasana diskusi bertema Perubahan Iklim dan Keadilan diangkat dalam peringatan HUT ke-22 Indonesia Democracy Monitor (Indemo) dan 48 tahun peristiwa Malari bertajuk Perubahan Iklim dan Keadilan yang disiarkan secara daring Sabtu (15/1/2022). Foto tangkapan layar YouTube

Sejarah Indonesia mencatat, peristiwa 15 Januari 1974 atau lebih dikenal dengan Malari sebagai kerusuhan besar di masa orde baru. Demo mahasiswa terjadi karena rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei dan juga kisruh investasi asing.

Sudah 48 tahun berlalu sejak peristiwa itu, namun sejumlah organisasi nirlaba masih menganggap Malari relevan hingga masa kini. Kemajuan negara yang hanya dilihat dari sektor ekonomi memunculkan kesenjangan, hanya dengan jabatan-jabatan tertentu yang mampu mengeruk kekayaan seperti petinggi pemerintahan dan pemilik modal.

Diskusi bertema Perubahan Iklim dan Keadilan diangkat dalam peringatan HUT ke-22 Indonesia Democracy Monitor (Indemo) dan 48 tahun peristiwa Malari bertajuk Perubahan Iklim dan Keadilan yang disiarkan secara daring Sabtu (15/1) siang.

Pegiat Indemo Herdi Sahrasad mengatakan, setidaknya ada tiga peristiwa hari ini yang masih sangat relevan dengan masa orde baru. Pertama gerakan mahasiswa yang menuntut peninjauan ulang tentang strategi pembangunan yang hanya bertumpu pada ekonomi alih-alih menyusun kaidah sosial dan budaya yang seimbang.

Kedua adanya tuntutan pentingnya membebaskan rakyat dari korupsi, penyelewengan kekuasaan, naiknya harga-harga kebutuhan pokok, dan ketidakadilan hukum.