Belajar dari erupsi Semeru, Surono sebut dua kesalahan berulang Indonesia sebagai negara rawan bencana

Meskipun tanahnya subur, gunung api di manapun berada adalah daerah rawan bencana alam.

Salah satu lokasi di Lumajang pascaerupsi Gunung Semeru. Foto baznas.go.id

Banyak langkah mitigasi bencana yang seharusnya bisa dipelajari pascaerupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, pekan lalu. Erupsi itu merenggut nyawa puluhan orang. Sayangnya, langkah-langkah mitigasi itu tidak pernah dilakukan. Padahal, seharusnya mitigasi diterapkan di seluruh gunung api aktif di Indonesia.

Menurut ahli vulkanologi dan mitigasi bencana, Surono, gunung api tetaplah seperti dua sisi mata uang. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Meskipun tanahnya subur, kata dia, gunung api di manapun berada adalah daerah rawan bencana alam.

“Sayangnya kita sendiri yang tak pernah mematuhi, atau bahkan tak pernah mengetahui peta kawasan rawan bencana itu,” ujar Surono ketika dihubungi Alinea.id melalui sambungan telepon, Rabu (8/12).

Surono adalah mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebelum penisun, dia menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM. Pengetahuannya yang luas ihwal kegunungapian membuat pria yang biasa disapa Mbah Rono ini dijuluki "Mbahnya Gunung". 

Menurut Surono, peta kawasan rawan bencana harus disebarluaskan sekaligus dipatuhi sebagai konsep tata ruang. Sayangnya dua hal itu luput dilakukan di Indonesia. Bagi dia, masyarakat dan pemerintah di Indonesia sedikitnya telah melakukan dua kesalahan sebagai negara rawan bencana alam. Pertama adalah kesalahan letak dan kedua adalah kesalahan konstruksi.