Berkaca dari program rapid test, KSPI duga vaksinasi gotong royong berujung komersialisasi

Said Iqbal khawatir terjadi komersialisasi vaksinasi gotong royong terhadap buruh.

Ilustrasi vaksinasi/Pixabay

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menduga program vaksinasi gotong royong bakal berujung komersialisasi yang hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

"Program vaksinasi berbayar yang dikenal dengan nama vaksin gotong royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen (pembuat vaksin),” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5).

Beberapa alasan kekhawatiran KSPI terhadap komersialisasi vaksin Covid-19 via program vaksinasi gotong royong. Pertama, berkaca dari program rapid test untuk mendeteksi Covid-19 (rapid test antibodi, antigen, dan PCR) yang dibiarkan mengikuti mekanisme harga pasar. Bahkan, program rapid test diwajibkan sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, dan buruh yang masuk kerja.

“Ini yang disebut komersialisasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksin gotong royong juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi ke depan biaya Vaksin Gotong Royong akan dibebankan kepada buruh,” tutur Iqbal.

Jadi, sambungnya, tidak menutup kemungkinan nantinya setiap buruh bakal harus membayar secara mandiri. Kedua, kemampuan keuangan setiap perusahaan berbeda-beda. Jumlah perusahaan menengah ke atas di Indonesia yang mampu membayar vaksin Covid-19 tidak lebih dari 10%.