BPOM wajibkan pelaku farmasi tersertifikasi mutu obat

Lewat sertifikasi, Pedagang Besar Farmasi bisa menjamin mutu dan keamanan obat terjamin kepada konsumen.

Para pemburu takjil di pasar Aceh./Antara Foto

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) bagi Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jika sebelumnya hanya berlaku sukarela, kini dengan mewajibkan CDOB, BPOM yakin dapat menanggulangi peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat oleh masyarakat.

Direktur Pengawas Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Sikotropika dan Prekursor BPOM Hardaningsih menjelaskan, lewat sertifikasi kepada PBF mutu dan keamanan obat bisa lebih terjamin. Sebab PBF akan melakukan penyaluran, penyimpanan dan pengadaan. 

Berdasarkan hasil pengawasan tahun 2017, BPOM menemukan 754 dari 1.140 PBF yang melakukan pelanggaran atau tidak memenuhi ketentuan (TMK). Bentuk pelanggarannya berupa tidak tertibnya pengelolaan administrasi, gudang yang tidak sesuai syarat, menyalurkan obat secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh, pengadaan obat lewat jalur tidak resmi, penyaluran obat keras dalam jumlah besar dan juga tidak sesuai alamat yang sesuai izin.

Untuk mengatasi hal itu, BPOM menyediakan sertifikasi CDOB secara online agar PBF lebih efisien. Sejak Januari hingga Mei, baru 410 PBF dari 2.232 PBF di seluruh Indonesia yang sudah memperoleh sertifikat CDOB.

BPOM menilai kehadiran CDOB tidak hanya menguntungkan masyarakat saja, tapi dapat meningkatan daya saing dan memperoleh kepercayaan industri farmasi. BPOM menargetkan pada tahun 2019 mendatang seluruh PFB telah melakukan pendaftaran CDOB.