Cerita pilu dampak PJJ: Siswa jadi kuli hingga tinggal di panti asuhan

Persoalan pembelajaran jarak jauh bukan hanya akses internet

Seorang anak menyimak pembelajaran yang disiarkan melalui TVRI di Kelurahan Gladak Anyar, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Senin (13/4). Foto Antara/Saiful Bahri.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan, persoalan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bukan melulu terkait keterbatasan alat dan akses internet. Polemik pengasuhan di masa pandemi Covid-19 juga menghambat PJJ, seperti terjadi pada anak yang terpaksa dipindahkan ke luar kota karena orang tuanya resmi bercerai.

“Selain permasalahan alat daring, ternyata anak-anak yang mengalami kesulitan belajar dari rumah juga dikarenakan permasalahan lain, seperti terjadi perceraian kedua orang tua di masa pandemi, sehingga anak mengalami masalah psikologi, adanya pengasuhan pengganti, seperti ikut nenek atau kerabat terdekat lainnya, anak yang dibawa salah satu orangtuanya padahal masih proses perceraian,” kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Jumat (26/2).

“Dan, bahkan ada anak yang terstigma karena pernah terinfeksi Covid-19 dari kluster keluarga,” sambungnya.

Berdasarkan temuan KPAI terkait permasalahan PJJ dan persiapan pembukaan sekolah tatap muka, ada sekitar 633 siswa SMP di kota Cimahi tidak memiliki alat daring, sebanyak 18.048 gawai milik siswa, 2.508 gawai merupakan milik orang tuanya, dan 633 mengaku tidak memiliki gawai atau alat daring lainnya.

Namun, lanjut Retno, dalam banyak kasus juga ditemukan hambatan alat daring, kuota internet, hingga wilayah blank spot atau yang belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi, dapat diatasi. Misalnya, dalam program Guru Peduli yang mampu mengumpulkan bantuan untuk pengadaan gawai secara bertahap.