Dampak buruk kenaikan iuran BPJS: Peserta baru ogah daftar, 5 juta turun kelas

Kenaikan iuran BPJS memicu calon peserta baru enggan mendaftar.

Komisi IX DPR RI Rapat saat Kerja dengan Menteri Kesehatan dr Terawan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja Kelas III, Senin (20/1) Foto twitter @DPR_RI

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lokataru Foundation memprediksi hingga April 2020, bakal ada sekitar 5 juta peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan turun kelas, imbas dari naiknya iuran BPJS untuk peserta yang terdaftar sebagai Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri.

"Masih akan berpotensi bertambah, sampai April bisa 5 juta, turun (Kelas) terus ini. Ini awal Januari saja sudah 800 ribuan," ujar peneliti Lokataru Muhammad Elfiansyah dalam jumpa pers di kantor Lokataru, di Jl. Balai Pustaka 1, Rawamangun, Jakarta Timur pada Kamis (23/1).

Lokataru membeberkan sejumlah dampak akibat kenaikan iuran tersebut, seperti sektor pelayanan rumah sakit serta fasilitas kesehatan. Termasuk timbulnya antrian pada kelas II dan III karena saking banyaknya gelombang turun kelas.

"Kami mengkhawatirkan terjadi penolakan pasien, karena penuhnya ruang rawat inap. Kekhawatiran ini didukung pernyataan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), yang menyebut, salah satu keluhan yang mereka sering terima dari peserta BPJS ialah masalah ketersediaan ruang rawat inap," ujar Elfi.

Naiknya iuran BPJS, sambung Elfi, juga akan memicu enggannya calon peserta baru untuk mendaftar. Apabila calon peserta baru enggan mendaftar, artinya tindakan pemerintah menaikkan iuran telah menyebabkan individu/kelompok terhalangi aksesnya terhadap hak atas kesehatan dan jaminan sosialnya.