Densus diyakini punya bukti untuk tangkap Munarman

"Kalau enggak, kan, akan dituntut praperadilan. Pasti polisi enggak gegabah, apalagi menyangkut tokoh."

Bekas Sekretaris Umum FPI, Munarman. Antara/Fianda Rassat

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diyakini memiliki bukti kuat dalam menangkap bekas Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, yang diduga terlibat kasus terorisme. Meski demikian, asas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan dan percayakan proses hukumnya pada polisi.

Anggota Komisi III DPR, I Wayan Sudirta, menyatakan, penangkapan seseorang dalam kasus terorisme berbeda dengan tindak pidana biasa. Penangkapan seseorang dalam kasus tindak pidana biasa hanya 1x24 jam. 

Sedangkan dalam kasus terorisme, merujuk Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018, penyidik dapat menangkap setiap orang yang diduga terlibat berdasarkan bukti penerimaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari. Adapun Pasal 28 ayat (2) menyatakan, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk waktu 7 hari kepada ketua pengadilan negeri (PN) setempat. "Sehingga punya 21 hari kalau dihitung secara keseluruhan," katanya, Selasa (27/4).

"Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Nomor 5 Tahun 2018, polisi punya kewenangan menangkap paling lama 21 hari. Inilah keleluasaan yang diberikan UU Pemberantasan Teroris kepada kepolisian. Itulah kelebihan kewenangan yang dimiliki ketimbang tindak pidana lain," sambung dia.

Wayan melanjutkan, penangkapan merupakan tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa jika terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Ini tertuang dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP.