Duka berlipat pekerja migran Indonesia di masa pandemi

Solidaritas Perempuan mendorong BP2MI melindungi TKI dan keluarganya.

Sejumlah pekerja migran Indonesia dari Malaysia yang dideportasi menerapkan jaga jarak dengan duduk berbaris untuk menjalani pendataan di PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar, Kamis (23/4/2020). Foto Antara/Agus Alfian

Solidaritas Perempuan (SP) menyatakan, tenaga kerja Indonesia (TKI) mengalami dampak berganda pada masa pandemi coronavirus baru (Covid-19), khusus perempuan yang menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di luar negeri.

Ketua Badan Eksekutif Nasional SP, Dinda Nuur Annisa Yura, menyatakan, kelompok ini posisinya paling rentan kala bekerja, baik mengasuh ataupun merawat majikannya, sebelum pandemi. Kian menjadi-jadi saat kebijakan pembatasan sosial maupun karantina (isolasi mandiri) diterapkan.

"Misalnya, di Malaysia yang menerapkan kebijakan lockdown (karantina wilayah). Ini membuat pekerja migran menjadi semakin terisolasi, sehingga sulit mendapatkan bantuan ketika mengalami kekerasan di tempat kerja maupun mengakses pangan dan kebutuhan dasar lainnya," ucapnya via keterangan tertulis kepada Alinea.id, Sabtu (2/5).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) 2019, sebanyak 44.465 (70%) dari 64.062 pekerja migran Indonesia merupakan perempuan. Mayoritas bekerja di sektor informal.

Tak sekadar itu. Sekarang juga banyak pekerja migran yang diberhentikan, tetapi tidak bisa pulang ke Indonesia karena pintu masuk di perbatasan ditutup, seperti di Riau. Jumlahnya ribuan. Ini mengakibatkan mereka terkatung-katung di negara tujuan, tanpa pekerjaan, terancam kelaparan, dan tidak bisa mengakses kebutuhan dasar.