Epidemiolog UI khawatir vaksin Sinovac tidak sesuai harapan

Belum ada publisitas tingkat kemanjuran vaksin Sinovac asal China tersebut.

Anggota tim pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono. Aline.id/Dwi Setiawan

Ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menduga uji klinis vaksin Covid-19 buatan Sinovac oleh tim riset Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad) dan PT Bio Farma dilakukan tidak serius. Alasannya, semestinya uji klinis untuk mengukur efikasi atau kemanjuran membutuhkan sampel yang lebih banyak.

Diketahui, pada 10 Agustus lalu tim riset FK Unpad melakukan uji klinis fase II vaksin Covid-19 dengan melibatkan sebanyak 1.020 relawan. Sayangnya belum ada publikasi tingkat kemanjuran vaksin Sinovac asal China tersebut. Sebagai pembanding , disebutnya, vaksin Pfizer dan Moderna yang diklaim tingkat efikasi (kemanjuran) memberi daya perlindungan di atas 90%.

“Sia-sia kalau enggak ampuh. Sudah dikasih vaksin, tetapi masih terinfeksi (Covid-19). Kalau WHO (World Health Organization) mengisyaratkan 50%, khawatir enggak ada vaksin yang bagus, ternyata sekarang banyak di atas 90%,” ujar Pandu kepada Alinea.id, Senin (12/7).

Ia pun mengaku belum tahu terkait rilis hasil perkembangan uji klinis vaksin Covid-19 oleh FK Unpad-PT Bio Farma. “Jadi, yang di Unpad itu belum selesai. Enggak ada publikasinya, dan saya khawatir hasil studi di Unpad tidak menghasilkan yang diharapkan. Sampai sekarang prosesnya transparan hanya di antara mereka,” tutur Pandu.

Menurut Pandu, narasi pemerintah terkait vaksin Covid-19 sebagai solusi mujarab dilakukan karena gagal pencegahan pertama (primary prevention) 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) dan 3T (tracing, testing, treatment). Sementara itu, vaksin Covid-19 adalah pencegahan kedua (secondary prevention).