Faktor ekonomi dan stigma jadi penghalang tes Covid-19

Pekerja harian atau orang-orang bergaji rendah memiliki kecenderungan enggan dites Covid-19 karena takut penghasilan mereka berkurang.

Seorang tenaga kesehatan mengambil spesimen untuk swab test terhadap warga yang hasil uji rapid test reaktif di Kota Pekanbaru, Riau. Foto Antara/FB Anggoro.

Tim Pakar Satgas Covid-19 bidang Perubahan Perilaku, Turro Wongkaren mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang enggan melakukan pemeriksaan (testing) Covid-19, yakni ekonomi, stigma, dan budaya. Dari faktor ekonomi, menurutnya, seseorang takut kalau dites positif, bisa membuat mereka tidak bisa bekerja atau mencari penghasilan sehari-hari.

"Misalnya, office boy atau penjual bakso, (pekerjaan) itu penting sekali untuk kehidupan mereka. Mereka jadi takut kalau ketahuan positif," ujar Turro saat diskusi daring bertajuk "Masyarakat Bijak Sadar 3T" di YouTube BNPB Indonesia, Selasa (24/11).

Selain itu, Turro pun menegaskan, stigma dari masyarakat membuat orang tidak nyaman untuk melakukan tes Covid-19. Seseorang enggan dites Covid-19 karena takut dikucilkan keluarga atau masyarakat sekitar.

"Artinya, kita perlu memikirkan cara bagaimana supaya tes itu memiliki makna lain. Makna lain, kalau Anda dites, Anda bisa disebut sebagai pahlawan," kata  Kepala Lembaga Demogerafi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) itu.

Masalah tes Covid-19 diakui Turro memang tidak mudah. Di sisi lain, jika seseorang tidak mau dites atau testing-nya rendah, maka masyarakat tidak tahu bagaimana Covid-19 itu menyebar.