Ganja di Indonesia tak miliki kandungan yang cocok untuk medis

Meski WHO telah merekomendasikan ganja sebagai obat media, namun tidak semua negara harus mengikuti begitu saja.

Polisi menunjukkan barang bukti kasus peredaran narkotika di Polda Jatim, Kota Surabaya, Rabu (15/1/2020). Foto Antara/Didik Suhartono

Polri kembali menegaskan penolakan memberikan rekomendasi ganja sebagai salah satu obat dalam perawatan medis. Hal itu telah didasari atas penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Dari penelitian itu, kemudian dihasilkan kesimpulan kandungan ganja yang ada di Indonesia tidak memiliki kandungan CBD tinggi dan THC rendah. Namun sebaliknya, CBD rendah dan THC tinggi terbukti menjadi kandungan dari ganja Indonesia.

Kepala Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar mengungkapkan, hasil penelitian itu lah yang jadi dasar penolakan sekaligus pembuktian telah dilakukannya penelitian. Hasil dari penelitian itu telah sepenuhnya dibeberkan ke hadapan publik.

"Kami memang bukan leading sektor penelitian itu, tetapi Kemenkes dan BNN. Penelitian itu sudah dilakukan, makanya diketahui kalau ganja Indonesia memiliki THC tinggi dan CBD rendah," kata Krisno di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/7).

Krisno menuturkan, meski WHO telah merekomendasikan ganja sebagai obat media, namun tidak semua negara harus mengikuti begitu saja. Pasalnya, tiap negara berkemungkinan memiliki kandungan ganja yang berbeda-beda.