Gembar-gembor "gotong royong": Cara negara tutupi kegagalan tangani pandemi

"Pemerintah memanipulasi makna gotong royong, memanfaatkan istilah gotong royong ini untuk mengeruk dana dari masyarakat."

Seorang relawan memberikan bantuan kepada warga di tengah pandemi Covid-19 di Bali. Foto Antara/Fikri Yusuf

Lebih dari 16 bulan pandemi Covid-19 mengguncang Indonesia. Trennya pun kembali melonjak dalam beberapa pekan terakhir seiring merebaknya varian anyar SARS-CoV-2, terutama delta (B.1617.2) yang lebih menular dan membahayakan.

Berbagai kebijakan pun ditelurkan pemerintah dalam mengatasi pandemi, yang berdampak serius terhadap perekonomian. Tak sekadar itu, para pejabat pun berbondong-bondong menyerukan gotong royong kepada masyarakat dalam penanganan pagebluk, sesuatu yang sudah dijalani manusia purba tanpa mengenal doktrin nasionalisme, Pancasila, atau bhinneka tunggal ika.

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan ucapan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2021, salah satunya. Melalui akun Twitter @jokowi, dia mencuitkan, "Lebih setahun dunia dicengkeram pandemi global Covid-19, lebih setahun pula Indonesia berjuang membendung segala dampaknya. Hari ini, dengan semangat Budi Utomo, kita bergotong royong untuk bangkit dan menang melawan pandemi dan bersama-sama melangkah menuju Indonesia maju."

Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), pun latah. Seruan bergotong royong disampaikannya dalam momentum Hari Lahir Pancasila, yang dirayakan saban 1 Juni.

"Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno, pada 76 tahun lalu, telah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara gotong royong. Sikap gotong royong yang merupakan pengejawantahan dari sila Pancasila harus terus ditumbuhkan kembangkan seluruh elemen bangsa agar Indonesia mampu segera terbebas dari pandemi Covid-19,” tuturnya.