Hapus honorer, pemerintah dianggap tak manusiawi

Gubernur Banten diminta bersikap bijak dalam menyikapi keputusan itu.

Peserta calon pegawai negeri sipil (CPNS) mengikuti simulasi tes berbasis computer assisted test (CAT) II di Kantor Regional III Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kota Bandung, Jabar, Selasa (14/1/2020). Foto Antara/M. Agung Rajasa

Ketua Forum Pegawai Nonpegawai Negeri Sipil (PNS) Banten, Rangga Husada, menilai, pemerintah tak manusiawi. Karena menyetujui menghapuskan tenaga honorer di instansi pemerintahan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

"Kita sendiri di sini berdiskusi. Pasti pada gelisah, bertanya-tanya, dan kecewa. Banyak pertanyaan ke depannya seperti apa. Berpikir dengan orang. Bukan barang. Kalau barang, sih, kita ngetik, kita hapus. Lucu bahasanya itu. Enggak manusiawilah intinya," katanya saat dikonfirmasi, Rabu (22/1).

Kementerian Pendayagunaan ASN dan Reformasi Bikrokrasi (Kemenpan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta DPR bersepakat menghapus tenaga honorer. Keputusan diambil dalam pertemuan di Ruang Rapat Komisi II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

Pertimbangan eksekutif dan legislatif, sesuai Pasal 6 UU ASN. Di dalamnya, hanya terdapat dua kategori abdi negara. PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Forum Pegawai Non-PNS Banten pun meminta gubernur bijak menanggapi keputusan itu. Pangkalnya, jumlah honorer di provinsi ujung barat Pulau Jawa tersebut mencapai 6.326 pegawai. Tersebar di 43 organisasi perangkat daerah (OPD) dan sekretariat dewan (setwan).