Hasil tes cepat Covid-19 bisa menimbulkan mispersepsi

Pangkalnya, pengujian tersebut hanya menyasar antigen.

Petugas medis mengambil sampel darah tes cepat Covid-19 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jabar, Rabu (25/3/2020). Foto Antara/Fakhri Hermansyah

Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) menyatakan, terdapat beberapa persoalan dalam tes cepat (rapid test) untuk menguji keberadaan virus SARS-CoV-2 pada seseorang. Alasannya, menyasar antigen, zat yang merangsang pembentukan antibodi.

"Ketika benda asing masuk (tubuh), dia bawa antigen. Kemudian, tubuh merespons dengan antibodi. Nah, itu ketemunya waktunya cukup lama. Enggak bisa langsung muncul," ucap Ketua Umum PP IAKMI, Ede Surya Darmawan, kepada Alinea.id di Jakarta, baru-baru ini.

Antibodi―zat yang dibentuk dalam darah untuk memusnahkan bakteri dan virus ataupun melawan toksin―baru muncul dalam hari ke-12 hingga ke-14. "Artinya, enggak (akan langsung) ketemu," kata dia.

Hal tersebut, menurutnya, berbahaya. Menimbulkan mispersepsi. Sebab, seseorang akan merasa senang kala mengetahui hasilnya negatif. Diumpakan dengan pemakaian alat uji kehamilan sederhana (test pack). 

"Padahal, (virus) belum muncul. Makanya, kalau rapid test, ya, 10 hari kemudian harus dites ulang. Itu yang benar. Jadi, enggak cukup sekali," tutur Ede.