IDI minta pemerintah subsidi tes swab, ini kata Kemenkes

Permasalahan dalam penentuan besaran harga tertinggi tes PCR memang terkait variasi harga reagen.

Petugas medis melakukan tes cepat Covid-19 kepada pedagang Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, DIY, Kamid (4/6/2020). Foto Antara/Hendra Nurdiyansyah

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, batas tertinggi biaya pemeriksaan PCR swab Rp900.000 sebenarnya masih kurang. Harga sebesar itu tidak bisa mengkaver semua kebutuhan tes. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mensubsidi biaya reagensi untuk ekstraksi.

“Jika tidak ada subsidi dari pemerintah, maka harga swab PCR test semestinya adalah Rp 1,2 juta,” ujar Zubairi dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10).

Zubairi menjelaskan, harga sebesar itu hanya cukup untuk biaya sarana (IPAL, desinfeksi, sterilisasi), biaya alat (PME, kalibrasi, pemeliharaan), bahan habis pakai (flok swab, VTM, PCR tube, filter tip, microcentrifuge tube, plastic sampah infeksius, buffer), biaya alat pelindung diri (sarung tangan, hazmat, masker medis +N95, face shield), catridge (khusus TCM), serta biaya pemeliharaan kesehatan.

Terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menjelaskan, besaran harga tertinggi tes PCR telah dihitung berdasarkan biaya jasa sumber daya manusia, pengambilan sampel, pengekstrasi dan pemeriksa sampel.

Kemudian harga reagen, biaya pembelian dan perawatan alat tes, penggunaan bahan sekali pakai, seperti APD level 3, beban biaya pemakaian listrik, air, hingga terkait urusan administrasi. Jadi, total biaya produksi tersebut telah ditambahkan pula margin profit (keuntungan) 15%.